NGLIPAR-SENIN WAGE | Pohon Penurun Hujan Hingga Sepasang Macan Penunggu Kedungkeris Selama Ratusan Tahun.
Cerita turun temurun hingga hal-hal berbau mistis yang beredar di masyarakat masih sering dijumpai di beberapa wilayah. Bahkan tak jarang keberadaannya masih kental diyakini sebagian masyarakat di Gunungkidul sebagai suatu pertanda.
Di Kalurahan Kedungkeris misalnya, sebuah pohon besar atau masyarakat menyebutnya Wet Wungu hingga kini keberadaanya masih diyakini sebagian masyarakat sebagai suatu pertanda akan segera datang musim penghujan atau rendeng.
Pohon besar yang sudah berusia ratusan tahun tersebut terletak di Padukuhan Kwarasan Tengah, Kalurahan Kedungkeris, Kapanewon Nglipar, Kabupaten Gunungkidul.
Menurut salah satu Pelestari Budaya, Sugimu Hadi Atmojo, konon Wet Wungu hanya berbunga sekali dalam satu tahun, bahkan saat pohon besar tersebut berbunga diyakini akan segera datang hujan atau masuk mongso rendeng.
“Yen Wet Wungu wes kembang tondone magot rendeng (Saat Wet Wungu berbunga berarti sudah akan masuk musim penghujan)”, ujar Sugimu.
Selain itu, menurut Sugimu konon dari cerita nenek moyang, dibawah pohon besar tersebut terdapat sumber mata air besar yang dikenal masyarakat dengan nama Umbul.
Namun keberadaan Umbul tersebut kini sudah tidak ada lantaran oleh nenek moyang ditutup menggunakan ijuk karena mata air besar tersebut diyakini dapat menenggelamkan wilayah setempat.
“Umbul ditutup nganggo Duk, sebab yen ora ditutup daerah kono kae bakal dadi telogo (Mata air sudah ditutup pakai ijuk, karena kalau tidak ditutup wilayah setempat akan jadi Telaga)”, jelas Sugimu.
Hal serupa juga disampaikan salah satu sesepuh setempat, Mbah Mirun mengatakan, masyarakat khususnya di tiga Dusun Kwarasan yakni Kwarasan Kulon, Kwarasan Tengah dan Kwarasan Wetan masih menjaga kesakralan Pohon besar tersebut, terbukti saat acara hajatan besar, warga masih melakukan tradisi ngguwangi.
Tradisi ngguwangi dilakukan warga setempat dengan cara menaruh nasi berkat komplit dengan lauk pauk atau ubo rampe dibawah pohon wungu tersebut.
Menurut Mbah Mirun, tradisi ini merupakan wujud ungkapan rasa syukur kepada sang pencipta atas kelancaran acara hajatan yang telah dilaksanakan.
“Biasane angger wong ewoh mantu mesti ngguwangi (bisanya tiap yang hajatan pernikahan pasti melakukan tradisi ngguwangi)”, ujar Mbah Mirun.
Selain Wet Wungu, lanjut Sugimu, warga Kedungkeris juga memiliki sebuah tradisi yang tergolong unik yakni Sedekah Kupat.
Tradisi tersebut juga kental kaitanya dengan hal hal berbau mistis hingga keberadaan makhluk tak kasat mata.
Lebih lanjut Sugimu mengatakan Sedekah Kupat merupakan tradisi warisan yang dilakukan masyarakat Kedungkeris untuk menghormati keberadaan Kyai Kopek dan Nyai Kopek yang konon katanya berwujud sepasang Harimau atau Macan, agar tidak mengganggu anak-anak kecil di wilayah tersebut.
Sedekah Kupat sendiri menurut Sugimu selalu dilakukan masyarakat tiap Bulan Suro, tepatnya hari Jumat pasaran Legi atau Jemuah Legi.
“Genduren nggowo Kopat kanggo njogo bocah cilik cilik seko moro bohoyo (pada saat kenduri menyajikan ketupat guna anak kecil terhindar dari mara bahaya)”, jelas Sugimu.
Selaku Tokoh Pelestari Budaya Sugimu menjelaskan, kedua tradisi tersebut hingga kini masih dipegang erat oleh masyarakat Kedungkeris dengan tujuan untuk melestarikan warisan Budaya dari nenek moyang.
“Keberadaan Wet Wungu juga kuburan Kyai Kopek dan Nyai Kopek hanya berdekatan”, pungkas Sugimu Hadi Atmojo.
(Agus Yuliantoro)
The post Misteri Pohon Wungu dan Sepasang Macan Penunggu Kedungkeris appeared first on infogunungkidul.