Pungutan Liar: Dosa Besar yang Dibungkus Wewenang

AdminGK
5 Min Read
Oleh: Ummafidz

DI negeri yang mengaku menjunjung tinggi supremasi hukum dan menuliskan pelayanan dalam visi lembaga-lembaganya, masih tumbuh subur benih kezaliman kecil yang terus dipelihara yaitu pungutan liar. Ia menjelma dalam bentuk paling halus sebait senyum, selembar tanda tangan, sepatah kata “bisa dibantu” yang diam-diam menyisihkan hak orang lain, lalu diselipkan ke dalam saku yang merasa berwenang.

Pungli tidak selalu hadir dalam bentuk preman berdasi atau calo bertopi. Kadang ia mengenakan jas putih, berjalan di lorong rumah sakit, dan berdiri di balik meja pelayanan publik.

Kadang ia mengetik laporan keuangan, kadang pula ia duduk di ruang rapat membahas anggaran. Dan yang paling tragis ia tumbuh bukan karena kebutuhan, tetapi karena kebiasaan. Dibiarkan, dimaklumi, dan dianggap lumrah.

Namun, syariat tidak pernah melumrahkan kezaliman, sekecil apapun itu. Dalam kitab Syarah Shahih Muslim, ulama besar Imam Nawawi menulis dengan nada murka “Sesungguhnya pungutan liar termasuk maksiat yang paling buruk dan tergolong dosa besar.”

- Advertisement -
Ad imageAd image

Kalimat itu bukan sekadar catatan kaki dalam kitab kuning. Ia adalah peringatan langit bagi siapa pun yang menjadikan jabatan sebagai pintu menjarah, dan wewenang sebagai dalih menindas.

Di mata rakyat, wewenang seharusnya mengayomi, bukan menindas. Tapi dalam praktiknya, banyak tangan yang seharusnya melayani justru menjadi tangan yang mengambil. Izin yang mestinya murah menjadi mahal. Proses yang mestinya cepat dibuat lambat, hanya agar ada alasan untuk menagih. Di negeri ini, kadang birokrasi sengaja dibuat rumit, agar bisa dijual belakangan.

Rasulullah ﷺ mengingatkan, dalam sabda yang direkam Imam Ahmad dan Abu Dawud “Tidak akan masuk surga orang yang memungut pungutan liar.”(HR. Ahmad dan Abu Dawud).

Betapa jelas batasnya. Bukan karena besar atau kecil nilai punglinya, tetapi karena ia mengkhianati amanah dan menggadaikan integritas.

Ah, cuma potongan kecil dari jasa pelayanan,” begitu kata mereka yang merasa punya hak atas apa yang bukan miliknya. Padahal yang sedikit itu, bila diambil tanpa ridha, bisa menjadi bara api di akhirat. Firman Allah “Dan janganlah kalian memakan harta orang lain dengan cara yang batil…”(QS. Al-Baqarah: 188)

Yang disebut “batil” dalam ayat itu tak mengenal angka. Ia mengenal cara. Dan setiap cara yang menyalahi keadilan akan dihitung, ditimbang, dan dipertanggungjawabkan.

Pungutan liar dalam pelayanan rumah sakit, misalnya, bukan sekadar soal uang. Ia memotong hak seseorang yang telah bekerja siang-malam, dengan jas penuh peluh dan wajah yang tak sempat istirahat.

Lalu uang itu dipakai seakan akan untuk menambal kebutuhan institusi yang mestinya ditanggung oleh anggaran resmi. Sungguh, menzalimi rekan sendiri atas nama organisasi adalah bentuk pengkhianatan yang paling halus namun paling dalam lukanya.

Membasmi pungli bukan sekadar soal peraturan. Ia soal keberanian untuk berkata, “Ini salah”. Ia soal iman yang menggetarkan tangan yang hendak mengambil yang bukan haknya. Ia soal nurani yang masih percaya bahwa uang haram tidak akan membawa berkah.

Imam Nawawi, dengan keilmuannya yang bersih dari tendensi duniawi, menulis lagi “Jika seorang pemimpin mengambil pungutan yang tidak seharusnya dari rakyatnya, maka ia telah berbuat zalim. Dan tidak ada tempat bagi orang zalim kecuali neraka.”

Di dunia, mungkin orang bisa lolos dari OTT, bisa menutup jejak, bisa menyusun argumen administratif. Tapi di hadapan Allah SWT, tak ada ruang untuk berdalih. Yang ada hanyalah pertanyaan dari mana engkau dapatkan? Dan kepada siapa engkau rampas?

Kita hidup di negeri yang terus tumbuh dan tumbang karena keteladanan. Pungli yang dibiarkan hari ini, akan diwariskan pada anak cucu yang melihat bahwa kejujuran tidak laku, dan keberanian hanya untuk orang bodoh.

Sudah saatnya kita mengembalikan makna pelayanan. Membasuh wewenang dengan amanah. Menyucikan kerja birokrasi dari kerak serakah. Dan memulai semuanya dari satu langkah kecil menolak diam.

Sebab kadang, kebenaran hanya butuh satu suara untuk berdiri, dan kebatilan hanya butuh satu pembiaran untuk berkuasa.

Ikuti juga infogunungkidul di Facebook, Instagram, dan WA Channel

The post Pungutan Liar: Dosa Besar yang Dibungkus Wewenang appeared first on infogunungkidul.

Share This Article
Leave a comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *